==============================================================
Ujian Nasional. Momok bagi seluruh siswa tingkat akhir. Sejak SD, "doktrin" UN adalah penentu hidupmu selalu menyala dalam benakku. Tak akan pernah terlupa bagaimana aku belajar demi lancar mengerjakan UASBN ketika kelas 6 dulu. Sedikit penyesalan menghampiriku, aku memang belajar namun aku kurang "memaksa" diriku belajar lebih giat lagi, namun alhamdulillah aku memperoleh nilai yang bagus. "Usahaku kurang maksimal, nanti pas UN SMP ini ga boleh keulang lagi" pikirku ketika itu. Tetapi sayangnya aku mengulangi kesalahan yang sama, yang sekarang melekat menjadi tabiatku, aku tidak belajar dengan maksimal. Tetapi lagi-lagi aku memperoleh nilai yang memuaskan, alhamdulillah. Janjiku kepada diri sendiri ketika kelas 6 SD aku ulangi, SMA harus belajar dengan maksimal.
Harapan berbeda dengan kenyaatan, di SMA aku menempuh jurusan IPS yang sangat sesuai stereotipnya,sangat terlalu santai. Aku pun berusaha untuk tidak terlena dengan semua ini, dan kemudian peringkatku di kelas cukup menyenangkan hatiku, dengan effort-ku yang hampir tidak pernah belajar aku sangat puas akan peringkat tersebut. Naik kelas 12, tentunya aku sudah sadar akan ancaman UN SMA yang jauh lebih serius ketimbang UN-UN sebelumnya di SD dan SMP, karena itu aku mulai menyicil belajar dengan latihan soal sejak awal semester genap berjalan. Lagi-lagi kebiasaan burukku muncul, dengan cara belajar menyicil soal sejak jauh hari, aku merasa santai sehingga pengerjaan soalku, ah, amat tak optimal. Untungnya, semangatku kembali membara taktala masa KBM telah berakhir, berganti dengan masa intensif untuk UN. Namun satu berita menghancurkan semuanya...
Ada wacana yang mengemukakan bahwa UN di SMAN 68 akan menggunakan sistem berbasis TIK, atau bahasa sederhananya memakai komputer. Ya, UN online. Penolakan secara keras oleh kalangan siswa terjadi, mayoritas siswa SMAN 68 tidak setuju akan adanya UN dengan sistem CBT. Surat diedarkan pihak sekolah, dan hasilnya UN tidak jadi memakai komputer. Berita ini tidak terlalu berpengaruh bagiku, aku hanya merasa bertambah sedikit santai jika pengerjaannya menggunakan CBT, meskipun aku juga merasa UN dengan CBT akan lebih sulit. Berita yang mengguncangku, adalah kabar bahwa UN tidak dijadikan sebagai parameter kelulusan, terlebih lagi tidak diperhatikan oleh universitas-universtas dalam proses seleksi mahasiswa baru. Godaan sang iblis merayuku dengan penuh hasrat, hampir aku tidak belajar sama sekali ketika UN kalau saja aku tidak memiliki kawan-kawan yang selalu mendukungku.
Ketika kelas 12, aku lebih sering bergaul dengan teman-teman dari IPS. Mereka adalah Monte, Galih, Zhefta, Almer, Herbeth, Terry, Doeghell (iya ini nama sesuai akte kelahiran), Abiyyu, Ashilla, dan Reza (mohon maaf kepada teman-teman yang tidak tersebut namanya). Monte, Galih, dan Zhefta adalah para pemukim Kemayoran, dengan mereka belajar ekonomi jauh terasa menyenangkan. Mereka bertiga memegang peran terbesar mengapa aku memutuskan untuk kuliah di bidang ekonomi. Monte dan Zhefta bimbel di Nurul Fikri, mereka sangat hebat dalam ekonomi, mengajari aku dan Galih. Kami seringkali mengikuti TO SBMPTN bersama, saling berkompetisi dengan nilai TO tersebut. Monte dan Galih beberapa kali mengunjungi rumahku untuk belajar bersama, begitu pula sebaliknya. Dalam melepas penat, Aku bersama Monte dan Galih pasti selalu bertiga, ciri khasnya adalah bonceng tiga dalam satu motor (jangan diikutin). Masa-masa menyenangkan, menjadi pelanggar hukum lalu lintas tanpa rasa bersalah.
Abiyyu, Ashila, dan Reza adalah kawanku dan kelas sebelah. Aku, yang lemah dalam matematika, selalu menyempatkan diri datang ketika belajar matematika bersama. Dalam kelas yang sudah sepi (karena kelas 12 tidak lagi wajib masuk), dalam Masjid Darul Ulum, atau di kantin, kami berusaha mengerjakan matematika dengan baik. Momen terbaik yang aku ingat adalah ketika aku sering bertandang ke rumah Abiyyu di Cempaka Putih. Rumahnya tempat terbaik bagi mereka yang menginginkan makanan enak dan bermain PS 4, dan Abiyyu sendiri adalah pribadi yang menyenangkan. Setiap mendengar lagu "Everything"-nya Michael Buble, pikirkanku akan langsung melayang ke kelas XII IPS 1, bangku pojok kiri belakang, di mana aku dan Abiyyu bersama mengerjakan soal matematika diiringi lagu tersebut.
Sedangkan Herbeth, Terry, dan Dogel adalah kawanku di BTA, kami selalu hadir di kelas walaupun Terry sering mengacaukan kelas dengan lawakan (baca: ke-gaje-annya). Kami menjelajahi Tebet, mencari kuliner yang nikmat, bercanda dalam kelas, menghancurkan rumah Doeghell, tanpa melupakan semangat terus datang BTA. Kami tergopoh-gopoh menenggak ilmu, berusaha mengejar ketertinggalan dengan cara yang sedikit menyimpang. Oh iya, ketika kelas 12 aku merasa seperti menempel dengan Herbeth. Kemana-mana selalu berdua, dan dia rela menungguku selesai mentoring (liqo; belajar agama) demi mendapat kawan pulang, meskipun kami sering berakhir di tempat makan dan dia yang mentraktirku (NO HOMO).
Usahaku untuk belajar UN dapat dibilang seperti menghadapi UTS/UAS biasa saja. Bahkan aku lebih khawatir mengerjakan US sekolah. Tapi apadaya, UN sudah di depan mata. Tinggal doa dan tawakkal kepada Sang Pencipta yang bisa aku lakukan. Aku menganalisa diriku sendiri, geografi adalah pelajaran yang aku paling persiapkan, karena aku memang memiliki minat di geografi. Bahasa Inggris dan Indonesia, yah biarkan saja toh aku sudah mengerjakan soal-soal dalam beberapa edisi UN tahun-tahun sebelumnya. Ekonomi? Matematika? Aku cukup menguasai teori-teori ekonomi, tetapi jika dihidangkan persamaan dan model ekonomi? Sudah pusing duluan kepalaku hehe. Matematika pun sama, musuh abadiku sejak kelas 1 SD ini selalu memiliki masalah yang tak bisa dia dan aku selesaikan sendiri. Yah, Aku hanya bisa berpasrah kepada Allah, meningkatkan ibadah sambil mencoba belajar yang masih bisa masuk ke otak.
Hari H pun tiba. Kunci jawaban dapat diakses secara cuma-cuma di Google Drive (kasihan mereka yang sudah bayar mahal untuk beli kunci), bahkan untuk UN IPA soalnya pun beredar bebas. Banyak bimbel yang membahas soal UN ini, beberapa memang tak tahu yang dibahas adalah soal UN, namun tak sedikit pula yang sengaja membahasnya. Aku telah terbiasa melihat praktik kecurangan ujian, dan alhamdulillah aku tak tergoda memakai kunci ini. Aku ingat sekali, ketika hari UN tiba, banyak dari kami yang melaksanakan shalat dhuha pada waktu istirahat. Ternyata di masjid terdapat banyak anak yang nongkrong untuk membahas kunci jawaban UN untuk pelajaran selanjutnya. Suatu hal yang ironis. Oke cukup pembahasan sisi gelap UN, tak diperkirakan, geografi-lah pelajaran yang paling sulit ketika UN menurutku. Kalang kabut menghadapi soal yang tak pernah keluar dari mulut seorang (Pak) Bahpari. Pesimis melanda, subsiden kepercayaan diri menerpa karena aku berharap banyak kepada geografi. Sekarang aku tinggal menunggu hasil SNMPTN dan UN, mengisi hari dengan BTA-jalan2-ketawa2-BTA lagi.
Aku sangat ingat momen ini. Ketika pengumuman nilai UN, SMAN 68 menggelar panggung. Orangtua murid diundang. Untuk melihat nilai UN, kita harus mengantri di depan ruang Audio Visual, kemudian masuk ke dalam sana. Aku antara mau dan tidak mau serta tidak peduli melihat nilai UN. Usahaku, jika dibandingkan dengan teman-teman lain, sangat kontras. Mereka ambisius, dan aku sangat santai. Sekitar pukul 9, grup kelasku ramai, spoiler nilai UN telah ada! Maka aku berusaha mencari si pemegang daftar nilai UN untuk kelasku. Setelah bertemu orangnya, aku mencari namaku, sayangnya tulisan nilainya kurang jelas (spoiler berbentuk foto). Tetapi aku sekilas melihat nilai 90 untuk pelajaran matematika, "ah salah liat kali lu", begitu pikirku. Aku pun bergegas mengantri. Ketika aku sudah masuk, dan melihat nilai UN, aku langsung bersyukur. Benar, nilai matematika mencapai 90! Tak disangka, bukan main! Untuk nilai geografi.... hehehe aku hanya bisa tersenyum. Bukan hanya itu, nilai UN-ku lebih tinggi dari Galih, Monte, Zhefta, Herbeth, Doeghell, dan kawan-kawan lain. Yah, hanya berbeda tipis sih, namun aku senang aku mengalahkan mereka semua ahaha. Namun dimana ada kesenangan, disana ada kesedihan, Banyak dari mereka yang menangis melihat nilai UN, baik IPA maupun IPS. Kecewa, sudah belajar dengan keras namun hasilnya tidak memuaskan. Aku mengambil pelajaran disini, sebaik apapun persiapanmu, jika kamu tidak bisa menguasai diri ketika ujian, maka bersiap-siap lah. Demam panggung adalah penyakit kronis, tiba-tiba ngeblank adalah akibatnya. Karena itu, disamping berusaha kita harus menyeimbangkannya dengan doa dan ibadah, karena semua hal yang terjadi di muka bumi ini adalah karena izin dari-Nya.
Well, that's all that I got. Sebenarnya, aku sangat menikmati proses belajar ini. Kenangan adalah hal abstrak yang misterius, it's like your own time machine. Nikmatilah, gunakan waktumu untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat, menyenangkan, dan berkesan. Cerita akan kegundahan menghadap ujian pasti selalu berkesan, bisa kau kembangkan menjadi bab tersendiri dalam biografimu suatu saat nanti :p. Terima kasih sudah membaca, untuk adik-adik yang akan menghadapi UN jangan lupa untuk belajar dan berdoa, serta jangan lupa minta restu orangtua. Jika hasilnya belum memuaskan meskipun sudah berusaha dan berdoa, maka jangan bersedih. Allah tau apa yang terbaik untuk kita. Dan jangan lupa, nikmatilah masa-masa tersebut, karena masa sekolah tak akan terjadi dua kali! Wassalamu'alakum!
Harapan berbeda dengan kenyaatan, di SMA aku menempuh jurusan IPS yang sangat sesuai stereotipnya,
Ada wacana yang mengemukakan bahwa UN di SMAN 68 akan menggunakan sistem berbasis TIK, atau bahasa sederhananya memakai komputer. Ya, UN online. Penolakan secara keras oleh kalangan siswa terjadi, mayoritas siswa SMAN 68 tidak setuju akan adanya UN dengan sistem CBT. Surat diedarkan pihak sekolah, dan hasilnya UN tidak jadi memakai komputer. Berita ini tidak terlalu berpengaruh bagiku, aku hanya merasa bertambah sedikit santai jika pengerjaannya menggunakan CBT, meskipun aku juga merasa UN dengan CBT akan lebih sulit. Berita yang mengguncangku, adalah kabar bahwa UN tidak dijadikan sebagai parameter kelulusan, terlebih lagi tidak diperhatikan oleh universitas-universtas dalam proses seleksi mahasiswa baru. Godaan sang iblis merayuku dengan penuh hasrat, hampir aku tidak belajar sama sekali ketika UN kalau saja aku tidak memiliki kawan-kawan yang selalu mendukungku.
Ketika kelas 12, aku lebih sering bergaul dengan teman-teman dari IPS. Mereka adalah Monte, Galih, Zhefta, Almer, Herbeth, Terry, Doeghell (iya ini nama sesuai akte kelahiran), Abiyyu, Ashilla, dan Reza (mohon maaf kepada teman-teman yang tidak tersebut namanya). Monte, Galih, dan Zhefta adalah para pemukim Kemayoran, dengan mereka belajar ekonomi jauh terasa menyenangkan. Mereka bertiga memegang peran terbesar mengapa aku memutuskan untuk kuliah di bidang ekonomi. Monte dan Zhefta bimbel di Nurul Fikri, mereka sangat hebat dalam ekonomi, mengajari aku dan Galih. Kami seringkali mengikuti TO SBMPTN bersama, saling berkompetisi dengan nilai TO tersebut. Monte dan Galih beberapa kali mengunjungi rumahku untuk belajar bersama, begitu pula sebaliknya. Dalam melepas penat, Aku bersama Monte dan Galih pasti selalu bertiga, ciri khasnya adalah bonceng tiga dalam satu motor (jangan diikutin). Masa-masa menyenangkan, menjadi pelanggar hukum lalu lintas tanpa rasa bersalah.
Abiyyu, Ashila, dan Reza adalah kawanku dan kelas sebelah. Aku, yang lemah dalam matematika, selalu menyempatkan diri datang ketika belajar matematika bersama. Dalam kelas yang sudah sepi (karena kelas 12 tidak lagi wajib masuk), dalam Masjid Darul Ulum, atau di kantin, kami berusaha mengerjakan matematika dengan baik. Momen terbaik yang aku ingat adalah ketika aku sering bertandang ke rumah Abiyyu di Cempaka Putih. Rumahnya tempat terbaik bagi mereka yang menginginkan makanan enak dan bermain PS 4, dan Abiyyu sendiri adalah pribadi yang menyenangkan. Setiap mendengar lagu "Everything"-nya Michael Buble, pikirkanku akan langsung melayang ke kelas XII IPS 1, bangku pojok kiri belakang, di mana aku dan Abiyyu bersama mengerjakan soal matematika diiringi lagu tersebut.
Sedangkan Herbeth, Terry, dan Dogel adalah kawanku di BTA, kami selalu hadir di kelas walaupun Terry sering mengacaukan kelas dengan lawakan (baca: ke-gaje-annya). Kami menjelajahi Tebet, mencari kuliner yang nikmat, bercanda dalam kelas, menghancurkan rumah Doeghell, tanpa melupakan semangat terus datang BTA. Kami tergopoh-gopoh menenggak ilmu, berusaha mengejar ketertinggalan dengan cara yang sedikit menyimpang. Oh iya, ketika kelas 12 aku merasa seperti menempel dengan Herbeth. Kemana-mana selalu berdua, dan dia rela menungguku selesai mentoring (liqo; belajar agama) demi mendapat kawan pulang, meskipun kami sering berakhir di tempat makan dan dia yang mentraktirku (NO HOMO).
Usahaku untuk belajar UN dapat dibilang seperti menghadapi UTS/UAS biasa saja. Bahkan aku lebih khawatir mengerjakan US sekolah. Tapi apadaya, UN sudah di depan mata. Tinggal doa dan tawakkal kepada Sang Pencipta yang bisa aku lakukan. Aku menganalisa diriku sendiri, geografi adalah pelajaran yang aku paling persiapkan, karena aku memang memiliki minat di geografi. Bahasa Inggris dan Indonesia, yah biarkan saja toh aku sudah mengerjakan soal-soal dalam beberapa edisi UN tahun-tahun sebelumnya. Ekonomi? Matematika? Aku cukup menguasai teori-teori ekonomi, tetapi jika dihidangkan persamaan dan model ekonomi? Sudah pusing duluan kepalaku hehe. Matematika pun sama, musuh abadiku sejak kelas 1 SD ini selalu memiliki masalah yang tak bisa dia dan aku selesaikan sendiri. Yah, Aku hanya bisa berpasrah kepada Allah, meningkatkan ibadah sambil mencoba belajar yang masih bisa masuk ke otak.
Hari H pun tiba. Kunci jawaban dapat diakses secara cuma-cuma di Google Drive (kasihan mereka yang sudah bayar mahal untuk beli kunci), bahkan untuk UN IPA soalnya pun beredar bebas. Banyak bimbel yang membahas soal UN ini, beberapa memang tak tahu yang dibahas adalah soal UN, namun tak sedikit pula yang sengaja membahasnya. Aku telah terbiasa melihat praktik kecurangan ujian, dan alhamdulillah aku tak tergoda memakai kunci ini. Aku ingat sekali, ketika hari UN tiba, banyak dari kami yang melaksanakan shalat dhuha pada waktu istirahat. Ternyata di masjid terdapat banyak anak yang nongkrong untuk membahas kunci jawaban UN untuk pelajaran selanjutnya. Suatu hal yang ironis. Oke cukup pembahasan sisi gelap UN, tak diperkirakan, geografi-lah pelajaran yang paling sulit ketika UN menurutku. Kalang kabut menghadapi soal yang tak pernah keluar dari mulut seorang (Pak) Bahpari. Pesimis melanda, subsiden kepercayaan diri menerpa karena aku berharap banyak kepada geografi. Sekarang aku tinggal menunggu hasil SNMPTN dan UN, mengisi hari dengan BTA-jalan2-ketawa2-BTA lagi.
Aku sangat ingat momen ini. Ketika pengumuman nilai UN, SMAN 68 menggelar panggung. Orangtua murid diundang. Untuk melihat nilai UN, kita harus mengantri di depan ruang Audio Visual, kemudian masuk ke dalam sana. Aku antara mau dan tidak mau serta tidak peduli melihat nilai UN. Usahaku, jika dibandingkan dengan teman-teman lain, sangat kontras. Mereka ambisius, dan aku sangat santai. Sekitar pukul 9, grup kelasku ramai, spoiler nilai UN telah ada! Maka aku berusaha mencari si pemegang daftar nilai UN untuk kelasku. Setelah bertemu orangnya, aku mencari namaku, sayangnya tulisan nilainya kurang jelas (spoiler berbentuk foto). Tetapi aku sekilas melihat nilai 90 untuk pelajaran matematika, "ah salah liat kali lu", begitu pikirku. Aku pun bergegas mengantri. Ketika aku sudah masuk, dan melihat nilai UN, aku langsung bersyukur. Benar, nilai matematika mencapai 90! Tak disangka, bukan main! Untuk nilai geografi.... hehehe aku hanya bisa tersenyum. Bukan hanya itu, nilai UN-ku lebih tinggi dari Galih, Monte, Zhefta, Herbeth, Doeghell, dan kawan-kawan lain. Yah, hanya berbeda tipis sih, namun aku senang aku mengalahkan mereka semua ahaha. Namun dimana ada kesenangan, disana ada kesedihan, Banyak dari mereka yang menangis melihat nilai UN, baik IPA maupun IPS. Kecewa, sudah belajar dengan keras namun hasilnya tidak memuaskan. Aku mengambil pelajaran disini, sebaik apapun persiapanmu, jika kamu tidak bisa menguasai diri ketika ujian, maka bersiap-siap lah. Demam panggung adalah penyakit kronis, tiba-tiba ngeblank adalah akibatnya. Karena itu, disamping berusaha kita harus menyeimbangkannya dengan doa dan ibadah, karena semua hal yang terjadi di muka bumi ini adalah karena izin dari-Nya.
Well, that's all that I got. Sebenarnya, aku sangat menikmati proses belajar ini. Kenangan adalah hal abstrak yang misterius, it's like your own time machine. Nikmatilah, gunakan waktumu untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat, menyenangkan, dan berkesan. Cerita akan kegundahan menghadap ujian pasti selalu berkesan, bisa kau kembangkan menjadi bab tersendiri dalam biografimu suatu saat nanti :p. Terima kasih sudah membaca, untuk adik-adik yang akan menghadapi UN jangan lupa untuk belajar dan berdoa, serta jangan lupa minta restu orangtua. Jika hasilnya belum memuaskan meskipun sudah berusaha dan berdoa, maka jangan bersedih. Allah tau apa yang terbaik untuk kita. Dan jangan lupa, nikmatilah masa-masa tersebut, karena masa sekolah tak akan terjadi dua kali! Wassalamu'alakum!