Apa kabar? Apa liburan tahun baru kalian menyenangkan? Wkwk latepost bgt nih ceritanya :/ Nah saya disini akan menceritakan salah satu kegiatan saya saat liburan, yaitu nanjak Gunung Papandayan. Selamat membaca!
Suatu sore yang sedikit mendung, di Masjid Darul Ulum, di penghujung mentoring, saya mengutarakan keinginan saya untuk mengisi liburan dengan menanjak gunung. Bak gayung bersambut, Kak Haidir (mentor kita tercinta) rupanya telah merencanakan akan naik gunung pada 27 Desember 2014 bersama teman-temannya serta juniornya dari SMAN 8, dan kami diajak untuk ikut serta. Wah saya senang bukan kepalang. Segera saya sebarkan berita ini kepada ikhwan lain, dan rencana ini disambut dengan gembira. Namun sayang takdir berkata lain, yang berangkat dari rohis68 hanya saya, ridwan a.k.a monte, dan hasan. Tadinya hasan ga bisa ikut karena ada final test LIA, eh taunya guru LIA hasan salah nyebut tanggal wkwk jadilah hasan bisa berangkat.
Awalnya yang akan ikut ke papandayan ada sekitar 12 orang, namun makin lama makin berkurang sehingga menjadi 5 orang saja. Rombongan ini terdiri dari Bang Haidir, Bang Syahru Romdhoni a.k.a Odon (wkwk kocak bgt nih orang,ngelawak mulu), saya, Hasan, dan Monte. Buat saya-hasan-monte yang kaga pernah hiking sebelumnya, kami sangat antusias walau sedikit kesulitan dengan barang bawaan. Tapi yang paling berjuang demi naik gunung itu monte, ampe debat ama satu keluarga wkwk, mulai dari ibunya, neneknya, om andi, om asep, dan om-om lainnya.
(dari kanan ke kiri) Hasan, Rifqi, Kak Odon, Kak Haidir, Temon di Hutan Mati
Jam 9 lewat saya sampai di terminal kampung rambutan. Banyak banget pendaki yang mau berangkat maupun baru pulang dari gunung. Sekitar pukul setengah 10 kami berangkat menuju Garut. Busnya cukup nyaman, terbukti saya bisa tidur dengan nyenyak (oke gapenting). Jam 2 kami sudah sampai di Garut, lalu kami naik angkot sampai Cisurupan. Di Cisurupan, kami repacking sekaligus menunggu subuh di masjid terdekat. Selesai solat subuh, kami naik mobil pickup ke pintu masuk gunung papandayan. Kami naik pickup dengan rombongan lain, gile bro itu pickup isinya ada kali 15 orang plus tas carrier gede2, sangat berdesak2an dan sering hampir jatuh karena duduk di pinggiran bak. Sampai di atas, kami sarapan terlebih dahulu. Kami menyantap nasi goreng yang lebih pantas disebut nasi kecap. Oke semua beres, sekitar pukul 6 kami berangkat dan di mulailah petualangan kami menaklukan papandayan #asek.
Naik gunung emang lagi ngetren. Papandayan ramenya minta ampun-_- dari bawah kita mau mulai nanjak sampe ke atas penuh manusia. Setelah kelompok kami berdoa, kami mulai jalan. Medan pertama tampak cukup mudah, hanya berupa jalan berbatu yang menanjak dan dikelilingi tumbuhan. Oh iya di Papandayan sangat mudah untuk menemukan pohon cantigi. Dan daun cantigi bisa dimakan. Rasa daun cantigi kayak apa? Rasanya itu kayak daun (ya iya lah) yang sedikit masam. Nah, medan selanjutnya adalah kawah papandayan. Seperti halnya kawah di gunung lain, kawah ini mengandung sulfur alias belerang yang banyak, sehingga udara sekitar kawah berbau menyengat seperti kentut monte. Perjalanan kami menuju pondok saladah (tempat untuk mendirikan tenda) memakan waktu hampir 2 jam, itu sudah cukup cepat karena kami banyak berhenti untuk mengambil foto lingkungan sekitar yang sangat indah, maklum cuaca lagi cerah meskipun sedang musim hujan jadi kami tak mau melewatkan kesempatan langka ini. Selama perjalanan, saya menemukan bahwa solidaritas sesama pendaki sungguh luar biasa, selain ramah mereka juga tak segan menawarkan bantuan.
Sampai di Pondok Saladah, kami mulai nyari spot buat mendirikan tenda. Tapi padang buat mendirikan tenda penuh sesak. Warnanya macem2 dari warna ijo, kuning, kelabu, merah muda, dan tak lupa warna biru (dan warna2 lainnya). Kami move on ke bagian atas yg juga rame, tp ga serame di bawah. Bagian atas itu masih hutan, jadi banyak pohon2 (?). Kami membawa 2 tenda, yang atu gede yang atu lagi kecil. Maka diputuskan lah bahwa para manusia akan tidur bersama di tenda yg besar, dan barang bawaan akan mendekam di tenda kecil. Alhamdulillah, tepat ketika tendanya jadi, hujan mulai turun. Cuaca ini terus bertahan, bahkan sampai pulang dari gunung.
Bikin kemah euy
Seperti halnya shalat, makan siang kami dijamak dengan makan sore. Niat awalnya sih nggak begini, namun berhubung makanannnya lama sekali matangnya jadinya baru makan siang jam 4an-_- FYI, menunya adalah salted kale soup with corned beef and fried eggs (baca : sayur kangkung, kornet, telor bulet digoreng). Makanannya lama mateng karena yang masak kornet (rifqi-hasan) sibuk nahan monte biar nggak nyomotin kornetnya, soalnye monte udeh kelaperan plus doi gasuka sayur mayur (wkwk canda nte, elu jg bantu masak kok). Setelah makan, kami beristirahat sambil mengobrol. Btw menjelang maghrib, ada yg ketok2 tenda kita. Rupanya ada pendaki yg mau pulang, dan kelebihan stok makanan. Walhasil kami mendapat suntikan suplai pangan yang melimpah, rejeki anak soleh kalo kata bang haidir. "Oke makan malem kita gausah masak ye" -bang haidir. Yang lucu, diantara makanan itu ada daging gepuk (orang jawa/sunda pasti tau) yang udh mateng, tapi monte gatau itu makanan apa. Karena menu makan malem cuma daging gepuk ini, monte terpaksa makan, mana dia diboongin kalo daging gepuk ini dibuat dari daging anak rusa. Dia baru dikasih tau itu daging sapi setelah nyampe Jakarta. Jahat ya.
Paginya, kita bangun rada telat, jam 5 lewat, jadi ga sempet melihat sunrise._. Tapi kata pendaki di tenda sebelah, tadi mendung jadi matahari sama sekali tidak kelihatan. Oh iye, di perkemahan orang sering saling teriak menyapa "Oy" (bukan wota) dari tenda masing2, tapi bang odon malah teriak "Mbeekk"-_- mana suaranya emang mirip kambing lagi wkwk. Oke abaikan._. sarapan kita sederhana, cuma roti, karena mau cepat2 berangkat ke Tegal Alun. Jalur ke Tegal Alun cukup jauh, jadi berangkatnya pagi2, dan kalau kesiangan nanti terlalu rame, serta cuacanya sudah gerimis. Ketika melewati Hutan Mati, kita stop buat otop2 dulu, di sini sendal gunung saya dan sendal monte putus wkwk. Monte kena tipu lagi, kali ini bersama Hasan, mereka berdua percaya Hutan Mati adalah salah satu tempat shooting Harry Potter and The Goblet of Fire. Nyampe di Tegal Alun, kita membongkar muatan, masak air diatas, dan makan snack. Ga lama kemudian, Kak haidir dan kak odon pergi berdua mau jalan2 katanya. Tapi mereka pergi lamaaa bgt, kabut udah turun, tebel bgt sampe cuma bisa melihat kurang lebih radius 2-3 meter. Eh pas kabutnya udah naik lagi, kak haidir ama kak odon belum dateng juga. Setelah di cari2 ga ketemu, tiba2 mereka muncul entah dari mana, eh taunya mereka abis foto2-_-. Di Tegal Alun, selain piknik dan foto2 kami juga bisa melihat secara live bunga edelweiss yang suka muncul di film2 wkwk.
Edelweiss
Kami sampai kembali di tenda sekitar jam 1. Kami tidak melanjutkan perjalanan ke puncak karena masalah cuaca :/ Setelah bersih2 dan istirahat, kami makan siang yang kesorean (lagi), tapi menunya lebih enak (kornet, dadar, sarden, dan sambel kecap). Abis makan, kami beres2 dan melakukan packing agar tidak kesorean pulangnya. Cuacanya ketika kami pulang cukup buruk, hujan deras disertai angin. Setelah menerjang cuaca berat+medan yang menurun serta licin, alhamdulillah kami sampai di gerbang papandayan dengan selamat saat maghrib. Tak membuang waktu, kami naik pickup lagi ke Cisurupan, lalu mengganti pakaian kami yang basah kuyup di masjidnya. Lalu kami naik angkot ke terminal garut, dan menyambung bus menuju jakarta. Sampailah kita di Jakarta sekitar pukul 3. Akhirnya kami pun berpisah untuk menuju rumah masing2. Terima kasih Papandayan atas pengalamannya! dan terima kasih juga sudah membaca!